Selasa, 29 Maret 2011

proklamasi

SAYA agak terkejut, ketika seorang saksi sejarah mengatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di Rengasdengklok 16 Agustus 1945 dan oleh karena itu peringatan Hari Kemerdekaan adalah yang di Rengasdengklok dan bukannya pada 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Sekilas, saya menyukai adanya perbedaan karena perbedaan itu adalah rahmat.Tetapi selama masih belum bisa membuktikan secara otentik, maka kita sepakat untuk memilih 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Memang sulit untuk membuktikan apakah sumber-sumber itu otentik atau tidak, karena para pelaku sejarah sudah banyak yang tua-tua, daya ingat mereka sudah turun, bahkan ada yang sudah meninggal dunia.


Sumber terakhir itu juga mengatakan, Soekarno dan Hatta membacakan proklamsi yang ditulisnya dan menaikkan bendera sang saka merah putih di Rengasdengklok. Ditegaskan, Soekarno setuju saja dengan argumen para pemuda yang mengamankannya ke Rengasdengklok.
Hal ini bertolakbelakang dari buku yang saya tulis: Dasman Djamaluddin,Butir-butir Padi B.M.Diah (Jakarta:Pustaka Merdeka, 1992), halaman 75-76, sejak semula Bung Karno marah dan memegang batang lehernya serta membuat gerakan seakan-akan menggorok leher. Dengan demikian, ia hendak menunjukkan bahwa ia tidak setuju meskipun disembelih sekali pun.”Biar pun saya digorok, saya tidak akan melakukan Proklamasi,” ujar Bung Karno. Selanjutnya diungkapkan bahwa Bung Hatta setuju dengan sikap Bung Karno.
Perlu diketahui B.M.Diah yang bukunya saya tulis adalah juga saksi sejarah. Beliau adalah salah seorang saksi sejarah, satu-satunya seorang wartawan yang hadir ketika Bung Karno-Hatta merumuskan proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945 malam di Rumah Maeda (sekarang menjadi Museum Naskah Perumusan Naskah Proklamasi) di jalan Imam Bonjol no.1 Jakarta. Beliau pula yang menyaksikan, Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi setelah ditulis Bung Karno. B.M.Diah berdiri tepat di belakang Sayuti Melik yang sedang mengetik.
Jadi untuk sementara saya mengatakan, bahwa rumusan naskah proklamasi itu baru diperbincangkan tanggal 16 Agustus 1945 malam di rumah Maeda, bukannya di Rengasdengklok.Kalau sudah diproklamsikan di Rengasdengklok, mengapa Bung Karno dua kali membacakan Proklamasi. Kalau benar (sekali lagi benar), bukankah di dalam hukum berlaku hal-hal yang baru menafikan hal-hal yang lama ? Jadi yang dipergunakan adalah yang baru? Semoga menjadi bahan masukan. Terimakasih (http://dasmandj.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar